Kamis, 20 Maret 2014
Mengapa Ilmu Batin itu adalah Ilmu Rahasia?
Ketahuilah oleh anda, bahwa ilmu yang kami kemukakan dalam risalah ini adalah suatu ilmu rahasia yang halus dan dalam. Jarang yang dapat memahaminya kecuali Ulama-ulama yang dalam pengertiannya (rasikh) yaitu mereka yang telah mendapatkan cahaya pada kata-katanya, suatu rahasia yang diriwayatkan dari para Nabi dan Awliya.
Selain itu, mereka yaitu para Ulama yang rasikh itu benar-benar mengamalkan apa yang diamalkan oleh para Nabi dan para Awliya. Mereka telah mendapatkan “khashais” (beberapa keistimewaan) karena mengamalkan apa yang mereka ketahui.
Allah berfirman:
“Begitulah beberapa contoh dan misal yang kami kemukakan kepada mabusia, namun tidak ada yang dapat memahaminya kecuali orang-orang yang Alim”.
Rasulullah s.a.w bersabda:
“Kami para Nabi-Nabi, Allah perintah kami untuk berbicara kepada manusia, menurut tingkat kecerdasan mereka (manusia)”.
“Apapun yang dibicarakan seseorang kepada suatu kaum, dengan pembicaraan yang tingkat kecerdasan mereka tidak mampu untuk memahaminya, hanya akan menimbulkan fitnah terhadap mereka”.
“Sesungguhnya ada sebagian ilmu itu laksana mutiara yang tersembunyi, tak ada yang tahu kecuali orang yang Alim Billah”.
Orang yang Alim Billah itu ialah yang mengenal Zat Allah, Sifat-sifat-Nya dan Asma-Nya serta Ap’al-Nya. Allah menyertai ilmunya dan mereka amalkan dengan tekun apa yang mereka ketahui tanpa cacat.
Imam Ghazali r.a. menjelaskan di dalam Ihya ‘Ulumuddin: “Larangan dimaksud berhubung sulit dan sukarnya faham”.
Hadis selanjutnya menegaskan:
“Kelebihan Abubakar dari padamu, bukanlah karena banyak sembahyang dan banyak puasa, tetapi kelebihan itu karena suatu rahasia yang terletak di dadanya/hatinya”. – Hadis
Banyak yang menyangka dan berpendapat bahwa mempelajari Tasawuf-ketuhanan ini, haruslah sudah matang dalam hal-hal syariat, mendalam Ilmu Fiqihnya, harus tahu segala hukum secara terperinci (tafshili). Katanya janganlah kita berikan ilmu rahasia ini kepada yang selain itu.
Akhirnya banyak pengajian dalam hal ilmu ini secara sembunyi-sembuny. Manusia ingin mencari kepuasan batin dengan mencari ilmu kearah itu, akan tetapi bila diberati dengan bermacam syarat dan ketentuan yang dirasa sulit untuk dilaksanakan akhirnya, mereka mundur teratur.
Guru-guru saya dan saya sendiri tidak berpendapat, bahwa untuk menuntut ilmu ini harus serba lengkap dengan ilmu-ilmu yang lain.
Pengertian yang dikatakan “ahlinya” ialah orang-orang yang memiliki kecerdasan dan intelejensia untuk dapat memahami permasalahannya, dan ada kegairahan untuk mendalami masalah kebatinan. Tentu saja mereka sudah harus mengerti mana yang baik dan mana yang buruk, meskipun pengertian mereka secara “ijmali” (global = jumlah). Sebagai seorang muslim, mereka tentu mengerti dan mengucapkan dua kalimah syahadat, sholat, puasa dan sebagainya yang mereka laksanakan.
Kalau sekiranya dipakai sepanjang pendapat yang pertama, dimana harus mendalami syareat, ilmu fiqih, dan lain-lain secara terperinci, apakah hal tersebut mungkin dilakukan, sedang waktu mencurahkan perhatian kepada masalah itu memerlukan waktu yang panjang. Bagaimana kalau habis umur ?
Shal At-Tustury r.a juga berkata:
Bagi orang alim ada 3 macam ilmu:
1. Ilmu Zohir adalah ilmu yang seharusnya disampaikan kepada ahli zahir.
2. Ilmu Batin, tidak seharusnya disampaikan kecuali kepada ahlinya.
3. Ilmu Antaranya dengan Allah, yang tidak seorangpun yang dapat menzahirkannya.
Untuk semua itu maka Rasulullah bersabda:
“Kamu berbicara kepada manusia yang belum sampai tingkat kecerdasannya, apakah kamu dalam hal ini ingin agar mereka mendustakan Allah dan Rasul-Nya ?”
Berkata Abu Hurairah r.a. tentang Hadis Rasulullah, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari r.a :
“Aku menghafalkan dua macam ilmu dari Rasulullah s.a.w. Adapun satu diantaranya kuterangkan, tetapi yang satu macam lagi kalau kuterangkan akan dipotong orang leherku”.
Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib k.w. berkata:
“Ya Tuhanku, andai kata kutunjukkan permata ilmuku, dikatakan orang aku termasuk orang-orang penyembah berhala. Laki-laki muslim menghalalkan darahku, mereka menyangka apa yang kutunjukkan itu adalah yang paling jelek, dan apa yang mereka perbuat itu adalah yang paling baik.
Ibnu ‘Abbas r.a. menyatakan tentang tafsir Al-Quran yang berbunyi:
“Allah-lah yang menjadikan tujuh petala langit dan tujuh petala bumi, Ia turunkan perintah kepada keduanya”.
Untuk itu beliau berkata:
“Kalau kutafsirkan ayat ini, kamu akan melempari aku dengan batu – dalam riwayat lain – kamu mengatakan bahwa aku adalah orang kafir.
* Dikutip dari buku:
Permata Yang Indah (Ad-durrunnafis) Hal 184 – 193
Oleh: Syekh Muhammad Nafis Bin Idris Al Banjarie (1200H)
Alih bahasa: K.H. Haderanie H.N
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar